Tag Archives: Sastra

Terjemah Novel Riyadh November 90 Karya Saad Al-Dosari (Bagian Pertama)

Catatan Kaki “A”

1 November 1990

“Menteri Luar Negeri Britania Douglas Hurd, kemarin kembali mengecam untuk menggunakan pasukan, jika Irak tidak menarik pasukannya dari Kuwait. Dalam pernyataannya Hurd berkata di depan para wartawan, kemarin sore di London, bahwa dunia tidak dapat menunggu, hingga pasukan Irak ditarik dari Kuwait. Begitu pula kesabaran dunia Internasional mulai habis. Hurd juga berkata: Kami berkata kepada Saddam Hussein bahwa pilihan serangan militer itu ada, dan kami tidak takut untuk menggunakan pilihan tersebut”.

Aku melempar koran hari Kamis ke samping, dan aku melihat ke rak-rak yang ada di kantorku, aku mencari novel Pemberontakan Orang Gantung karya penulis Meksiko Berick Traven Torsvan. Aku ingat bahwa aku meminjamnya dari Mahyub, suasana hatiku semakin keruh. Aku memutuskan untuk tidak membaca sisa halaman, dan aku tidak mendengar radio sepanjang hari.

Sejak invasi, aku lihat bawa Kamis merupakan hari yang paling keras. Postur yang tinggi, ujung bajunya membelit ke lengan sebelah kiri. Dan di lengan kanannya, terdapat elang terluka yang mengeluarkan bau bangkai.

Aku telah berusaha, meskipun frustasi, aku menaruh segala sesuatu memiliki pesona yang berbeda dengan lainnya. Aku membangunkan kedua anakku Hajir dan Hazi’ dari tidurnya, aku menyiapkan untuk keduanya susu dan telur goreng.

Aku membukakkan untuk keduanya buku gambar, aku melihatnya, setelah keduanya sarapan, sibuk dengan kertas putih, berusaha untuk mewarnai dengan warna yang bersinar dan penuh dengan kejutan, menembus dan berteriak senang.

Kecilkan suara kalian berdua, nanti mama akan bangun atas kegaduhan kalian, dan ia akan marah kepada kalian berdua karena kalian mengganggu tidurnya.

Keduanya berbaring di depan layar televisi yang menampilkan kartun. Aku membentangkan Arikah yang jauh dari keduanya, kemudian meneguk segelas teh yang sudah dingin. Kisah kartun berulang-ulang belasan kali, akan tetapi keduanya memperhatikan seakan-akan baru menyaksikannya pertama kali.

“Bruto” berusaha menjelek-jelekkan “Popeye Si Pelaut”, agar menang untuk mendapatkan kekasih bersama “Olive”. Seperti biasa, dengan kekuatan bayam, Popeye menang. Dan seperti biasa, tali terputus dan keduanya saling berciuman.

Aku mendengar Hajir berkata kepada Hazi’ yang lebih muda 3 tahun darinya:

Popeye telah mencium Olive.

Hazi’ yang berusia 7 tahun menengok dan berteriak:

Papa, mengapa Kuwait tidak makan bayam dan membunuh Saddam Hussain?

Fatimah keluar dari kamar tidurnya karena mendengar suara diskusi tadi, dan mengantuk terlihat dari matanya dan suaranya.

Selamat Pagi.

Selamat Pagi.

Apakah keduanya sudah sarapan?

Sudah.

Kemudian ia masuk kamar mandi, dan aku masuk ke kamar tidur. Aku mengganti pakaianku, dan aku mengecek apakah di dalam dompetku cukup untuk membeli sayuran mingguan yang tercatat pada setengah kertas dan tertulis dengan pensil yang tak bagus tulisannya.

Aku menemui Fatimah dan aku telah keluar dari kamar tidur, kemudian aku berkata kepadanya seperti biasa?

Aku ingin pergi ke Pasar.

Kemudian ia memperhatikan mataku.

Sepetinya kamu lelah. Kapan kamu bangun?

Jam enam.

Kepalanya menggeleng dan merasa jemu.

Jangan. Mengapa kamu tidak istirahat di hari liburmu? Kamu belum tidur dengan pulas pada hari-hari terakhir ini.

Aku keluar, dan kedua anakku masih berbaring di depan kartun.

Aku berhenti di depan lampu merah yang dekat dari pasar.

Perasaan biasa menimpaku ketika aku berhenti dengan mobilku di depan lampu merah, aku merasa bahwa seseorang yang berada di mobil di sebelah kananku, memperhatikanku. Maka aku melihatnya, dan sang supir tersenyum kepadaku. Aku belum mengenalnya, akan tetapi perempuan yang berada di sebelahnya menunjukku.

Ia adalah dokter anak berkewarganegaraan Arab Saudi di salah satu rumah sakit, ia menceritakan kepadaku tentang suaminya yang memperhatikan, tulisan-tulisan sastrawan-sastrawan muda.

Lebih dari 3 tahun, aku telah berhenti menulis di koran-koran domestik, dan mencukupkan diriku untuk menyimpan apa-apa yang aku tulis di dalam kolong-kolong mejaku. Tamparan yang diarahkan kepadku dari Pimpinan Redaksi Majalah lebih kuat dari segala potensiku. Aku adalah orang yang bertanggung jawab untuk menyiapkan halaman-halaman mengenai anak. Aku berusaha untuk menampilkan hal yang berbeda dari koran-koran domestik yang dipimpin oleh para karyawan yang memenuhi halaman-halaman dengan gambar-gambar anak berwarna dan cerita-cerita tradisional, yang tidak memberikan kepada anak-anak melainkan khayalan yang buruk.

Aku memberikan tugas kepada anak-anak dalam mempersipkan halaman-halaman untuk koran. Mereka memilih judul, cerita dan gambar. Menarik pembicaraan-pembicaraan. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan mereka yang berani, mengambil laporan untuk koran dari kamera-kamera mereka. Menulis pada awal-awal halaman terserah mereka. Sedangkan aku, hanya menjalankan permasalahan teknis saja. Aku hanya mengecek halaman-halaman hasil sesuai atau tidak.

Pimpinan Redaksi memberhatikanku dengan sebuah keputusan yang tiba-tiba, setelah aku membuat eksperimen ini, selama 3 setengah tahun, sebagai provokator. Para Pimpinan Redaksi dari koran-koran dan majalah-majalah lainnya meminta kepada para editor mereka untuk membuat halaman-halaman yang mirip seperti majalahku, akan tetapi mereka belum mengetahui rahasia halaman-halaman yang aku buat.

Padahal disitu tidak ada rahasia.

Aku kabur ke anak-anak setelah keadaan yang buruk selama beberapa tahun aku hidup bersama orang-orang dewasan, yang mana aku telah tulis untuk mereka selama tahun-tahun tersebut, dengan kemenangan-kemenangan dari perak. Aku mengukir darah-darah mereka di atas sapu tangan dengan udara yang beracun, tidak ada yang teracun kecuali aku. Isi perutku pecah, tidak ada yang memberikan bantuan selain tali antipati mereka. Aku mengikatkan antipati tersebut pada perutuku, dan aku berdiri untuk berpesta dengan mereka sekali lagi. Tali tersebut membelengguku. Aku merusaknya dan aku membuatkan mereka jembatan hingga mereka bisa berjalan. Sisi lain dari jalan menantangku. Mengejapkan dari jauh, dan menunjukku bahwa aku akan jatuh ke jurang.

Aku kembali ke rasa malu sambil mencari orang-orang lain yang menerima sapu tanganku. Di kegelapan terdapat kalajengking, ular dan serigala, aku menerangi kedua kakiku dan melatihnya dan aku berjalan, aku mencari petunjuk dengan lentera yang menggantung antara mahkota-mahkota hatiku yang suram.

Terdapat meteor dari laki-laki dan perempuan yang menyembunyikan antara cabang-cabang pohon, setiap dari mereka menyembunyikan kulitnya agar tidak tampak pembuluh darah mereka. Aku telah melewati ini tanpa merayakan bersama mereka. Aku melewati rasa malu, maka terlihat padang pasir yang menggambarkan mentari di atas pasir-pasirnya seperti peta dari kaca-kaca, dan anak-anak mengikuti rusa pada awalnya, dan terbang di atas kepala-kepala mereka burung-burung yang berwarna-warni.

Kedua kakiku membidik di belakang rusa yang bersaing dengan angin. Aku memperhatikan kerang-kerang dan tiram-tiram terjatuh dari bagian-bagian tubuhku, maka di waktu pagi ini lebih ringan. Maka aku berlari hingga tubuhku tidak ada apa-apa. Aku berusaha untuk terbang, kemudian aku sarapan. Aku telah meringankan dengan kedua lenganku kemudian aku memotong di dalam padang pasir anak-anak. Kedua kakiku belum menyentuh bumi hingga sekarang Pimpinan Redaksi memintaku untuk lepas dari segala tanggung jawabku dan aku pergi dari majalah.

Aku membuka kaca di sebelah kanan, aku menyapa si suami yang mengeluarkan kepalanya dari kaca agar suaraku terdengar.

  • Kami mendengar tentang buku-bukumu, akan tetapi kami tidak menemukannya di toko-toko buku.
  • Ia hanya dua buku, aku mencetaknya di Kairo dan Beirut, oleh karena itu kamu tidak akan menemuinya disini.
  • Apakah aku bisa mendapatkannya satu eksemplar dari kedua buku tersebut?

Lampu hijau menyala, kemudian aku menggelengkan kepalaku, kemudian aku menunjuk ke istrinya dengan telunjukku.

Mengapa masih bisa sombong?

Kita hanyalah satu, satu diantara semua
Satu diantara beberapa miliar manusia di dunia
Bagai sebutir pasir di hamparan padang pasir
Kecil, tak ada apa-apa yang bisa dibanggakan

Bumi kecil dibandingkan planet lain di tata surya
Tata surya kecil dibanding galaksi yang lainnya
Semua galaksi itu padahal masih di langit pertama
Sedangkan ada tujuh langit yang diciptakan Sang Pencipta

Mengapa semuanya masih sombong dan bangga?
Dengan apa yang mereka punya
Padahal ini semua sementara
Dan hanya titipan belaka

 

 

Poem – Honesty

I see you there in front of me

Your face your hands your eyes

I hear you talk i hear you tell

Your hopes your dreams your lies

 

 

I walked with you a sunlit trail

Together hand in hand

Then twilight come and you were gone

And now alone i stand

 

 

The woods are cold the trees are black

The dark is closing in

And you have gone away from me

Your faultless light has dimmend

 

 

Betraycl is an empty space

Row night cold room alone

And no one can redeem your face

Sweet knight safe light you’re gone

 

by Annisa Ira Setia Putri

Puisi – Sahabat

Ketika sedih kau menghiburku

Ketika aku lara kau memberiku canda

Tapi semua itu sudah sirna

Semua tentang hari itu hanya kenangan

 

 

Kau pergi dan tidak kembali

Kau pergi jauh ke alam lain

Semua tawamu candamu hiburmu telah berakhir

 

Tidak ada lagi teman pengisi hati

 

Tidak ada lagi teman penghapus luka

Tidak ada lagi teman bermainku yang terindah

 

Tuhan kirimkanlah salamku untuknya

 

Kabulkanlah semua do’aku untuknya

Aku berharap dalam tidur lelapku

Ku bisa bertemu denganmu lagi

Biarpun hanya dalam mimpi

 

oleh Nitami Lestari

Cerpen – Ilustrasi

Keadaan ramai di pagi hari memenuhi rumah keluarga Mandala, terutama di sebuah kamar mini yang di tempati oleh seorang gadis 14 tahun bernama Elyanova Mandala. Gadis yang biasa di panggil Nova itu masih tersungkur di depan baju-bajunya yang berserakan dan sebuah koper yang masih belum diisi apa-apa.

“Nova, ayo turun sayang! Kita tidak punya banyak waktu!” suara Dessy Mandala- ibunda Nova- terdengar sampai kamarnya. Nova terkesiap mendengarnya, ia cepat-cepat memasukkan baju-bajunya serta barang-barang yang lain ke dalam kopernya.

Ia melihat ke arah jam digital di tangannya. Jam 07.55! sekitar lima menit lagi keluarga itu akan meninggalkan rumah. Setelah memeriksa barang-barang bawaannya sekali lagi, ia segera menuju lantai satu untuk menghampiri keluarganya yang telah menunggunya.

“Iyaaa.. Mama, Papa, tunggu aku sebentar!”

×                                  ×

Nova tersenyum-senyum sendiri di dalam mobil, ia sudah membayangkan liburannya kali ini pasti sangat menyenangkan. Ia dan keluarganya akan menghabiskan waktu liburan selama dua minggu untuk berkeliling pulau Jawa. Liburan ini sebagai hadiah dari Ardian Mandala-ayah Nova- karena Nova telah mendapatkan peringkat satu di kelasnya.

Aldo Mandala menyiku lengan adiknya yang ada di sampingnya. Nova terkejut dan segera menoleh kearah kakaknya. “ Ada apa kau seyum-senyum sendiri dari tadi?”gurau Aldo pada adiknya.

Nova mengacuhkan pertanyaan Aldo. Ia kembali menghadap jendela dan meneruskan khayalannya.

×                                  ×

Rute liburan mereka kali ini di mulai dari daerah Jawa Barat. Mereka mengunjungi Taman Bunga dan Taman Safari yang ada disana. Setelah itu, mereka akan menginap disebuah hotel yang menghadap kearah pemandangan. Mereka akan menghabisakan waktu selama tiga hari disana.

Nova memetik sebuah bunga dan menyelipkan ke telinganya dan mengedarkan pandangannya ke arah pemandangan. Angin puncak bertiup mengenai rambut hitam pekatnya. Tiba-tiba suara dering ponselnya menyadarkan lamunannya.

“Halo Nova..” sapa seseorang dari seberang sana.

“Ya Laras! Apa kabar disana?” serunya kepada lawan bicaranya. Ia mengembangkan senyumnya dan berfikir bahwa temannya ini sudah iri setengah mati terhadapnya.

“Oh dear,gaya bicaramu itu seolah-olah kau sudah meninggalkan Jakarta satu tahun lebih. Padahal kau baru meninggalkannya dua hari.” Jawab Laras sambil menggeleng-gelengkan kepalanya di seberang sana. Sementara itu, Nova yang mendengarkan ocehan temannya hanya bisa tertawa kecil.

“Oke, teman! Jadi sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Nova setelah meredakan tawanya.

“Jadi, akan pergi kemana saja kau selama dua minggu terakhir ini?” tanya Laras pura-pura marah.

Sambil tersenyum, Nova menjawab “ sekarang aku masih di Puncak, kemarin kami baru mengunjungi Taman Bunga dan Taman Safari. Kemungkinan, lusa nanti kami akan berbelanja sepatu di Bandung. Terus….”

“Oke, STOP!!” Laras memotong perkataan Nova. “Pokoknya kemanapun kau pergi nanti, jangan sampai lupa oleh-oleh untukku!” sambung Laras.

“Baiklah..” jawab Nova diplomatis sambil tersenyum.

×                                   ×

Sudah dua minggu mereka lewati. Perjalanan keliling Jawa telah mereka tempuh. Hari ini mereka telah bersiap kembali menuju Jakarta.

Barang-barang telah memenuhi bagasi mobil. Nova menaruh satu tas tangannya lagi yang berisi oleh-oleh untuk teman-temannya ke dalam bagasi. Setelah menutup pnitu bagasi, ia menuju bangku di belakang supir dan duduk disana.

“Bagaimana, sayang? Sudah siap semua?” tanya Ardian Mandala kepada anaknya.

“Oke papa. Kita berangkat!” seru Nova di belakang papanya.

×                                    ×

“NOOOVAAAA!!!!” seru Laras di sampingnya dengan nada tinggi, menyadarkan Nova dari lamunannya. Nova terkesiap dan menghadap Laras dengan mata disipitkan.

“ Huh, akhirnya kau sadar juga! Asal kau tahu, aku sudah memanggilmu lebih dari tiga kali. Dan bisa kau lihat sekarang, isi kelas sudah kosong!” Sambung Laras. Nova mengedarkan pandangannya ke isi kelasnya. Dan benar, kelas itu kosong!

“Kemana anak-anak yang lain?” tanya Nova pada Laras.

Laras medengus kesal. “Sudah pulang. Dan kau juga harus tahu, kau sudah menghabiskan lima jam pelajaran untuk menghayal!!” seru Laras. Nova terkejut bukan main.

‘Apa?lima jam pelajaran?’

“Nova, Nova! Mulai sekarang hentikan ilustrasi kosongmu itu. Hanya membuang-buang waktumu saja. Oh, jangan bilang tadi kau berilustrasi tentang liburanmu keliling pulau Jawa nanti saat kau dapat peringkat pertama?” tukas Laras menghadap Nova sambil mengacungkan jari telunjuknya kearahnya.

Nova mengangguk lemah. “ Iya Ras! Menurutmu, liburan itu bisa terealisasikan tidak?”

Laras berdeham keras. “ Seperti yang ku bilang sebelumnya, buang jauh-jauh ilustrasi-mu yang tidak menguntungkan itu.”

“Maksudmu?”

“Aku yakin kau tidak mendengarnya. Tadi wali kelas kita sudah membacakan peringkat-peringkat kelas. Dan kau tidak berada di posisi pertama.” Tutur Laras tenang.

“Lalu?”

“Aku tidak tahu pastinya kau berada di peringkat berapa, tetapi seingatku kau masuk ke dalam dua puluh besar.” Lanjut Laras. Mendengar penuturan itu tubuh Nova melemas seketika.

Harapannya, rencananya, mimpinya, ilustrasinya hilang semua. Oh dear…

 

oleh Alfiah Rumaishya

Puisi – Sampai Nanti

Aku di bawah bayang-bayang

Menunggu Berharap cemas

Tapi sungguh keajaiban tak datang

Tak pernah datang

Sampai nanti

Sampai akan mati

Aku terlantar di balik seribu awang-awang

Menuai di balik ujung-ujung padi yang tak menguning

Berharap seluruh kesempatan datang

Tapi sungguh ia tak datang

Tak pernah datang

Sampai nanti

Sampai umurku di balik jeruji

Aku terkubur di bawah liang

Terdiam,,

Sungguh hanya terdiam

Tak melakukan apa-apa

Bergumul dengan sejuta angan-angan

Tentang semua masa depen cemerlang

Tapi ia tetap jauh

Dan terus menjauh

Sampai nanti

Sampai langkah terhenti

Ku tanya mengapa

Tapi tak ada jawaban

Sungguh hanya hening terdiam

Karena memang aku hanya bertumpu

Bertumpu tak berlaku

Maka keajaiban pun hilang

Maka angan-angan pun terbang

Karena semua hanya khayalan

Dan yang terjadi adalah penyesalan

Sampai nanti

Sampai semua rasa telah mati

Dan raga dan jiwa tak kembali

 

Oleh : Afiyah Lintang

Puisi – Sujudku

Dalam sujud ku menangis

Dalam hati terasa pilu

Ingin sekali berjumpa, tapi sayang raga tak sampai

Ketika hati berkata rindu

Tapi sayang…

 

Ya Allah, dalam keridhoan Mu aku berharap

Dalam jalanMu ku bertawakal

Kesungguhan hati ingin meminta

Agar kau tetap jaga hati ini…

 

Sujudku memohon…

Sujudku meminta…

Wahai Allah…

Biarlah  raga ini jauh, tapi hati tetap satu

Dalam sujud semua harap menjadi satu

 

Oleh: Damayanti P U Murdas

Puisi – Pelangi Senja

Kau indah tanpa noda

Wajar bila aku terpana

Wajar hatiku terasa hampa

Menatapmu yang mempesona

Membuat jiwaku tergoda

Oleh keindahan yang nyata

Lagi-lagi kau menampakkan diri

Lagi-lagi kau menghampiri

Membuat sebuah keindahan tak terperi

Saat ku tatap langit kau masih menyinari

Saat ku ingin pergi kau sinarmu tak pergi

Aku kalut

Aku tercekat

Menatapmu yang terlalu indah

Menatapmu yang terlalu bersinar

Menatap warnamu yang tak kelabu

Sehingga ku ingin menatap keindahanmu

Untuk kesekian kali

Walau senja telah pergi,,

oleh Bagian Pers dan Jurnalistik Putri OSDN 2011-2012

Puisi – Aku Ingin Mencintaimu

Tuhan…

jika habis usia dalam sekam

aku ingin mencinta-iMu

tuhan..

aku tak bisa jauh dari dosa

jikalau kudapat ampunan-Mu

aku ingin mencintai-Mu…

Tuhan,,,

Jikalau ampunan-Mu seluas samudera

Tapi dosaku akan selalu ada

Jikalau aku tak tahu Engkau dimana

Kau tahu aku dimana

Tuhan,,

Jikalau kau beri aku hidup sekali lagi

Aku ingin kembali

Kembali mencintai-Mu

Oleh : Afiyah Lintang